ᗷᗩTᗩᔕᗩᑎ ᔕEᗷᑌTᗩᑎ YᗩTIᗰ ᗷᗩGI ᗩᑎᗩK ᗩᑎᗩK OᖇᗩᑎG ᗪEᗯᗩᔕᗩ YᗩᑎG ᒪEᗰᗩᕼ ᗩKIᗷᗩT ᗪITIᑎGGᗩᒪ OᖇᗩᑎG TᑌᗩᑎYᗩ ᗩTᗩᑌ IᔕTᖇI YᗩᑎG ᗪITIᑎGGᗩᒪ ᔕᑌᗩᗰIᑎYᗩ ᔕEᑕᗩᖇᗩ ᒪᗩᘔIᗰ ᗩTᗩᑌ KIᗩᔕᗩᑎ

 *•••⊰✿ৡৢ˚❁ ١٦  صفـــر ١٤٤٦ هـ ❁˚ৡ✿⊱•••*

─═हই• ⃟  ⃟  •⊰❂͜͡✯━━━━━━━━━━━━━┓

•⊰❂͜͡✯﷽✯͜͡❂⊱• | ᗷᗩTᗩᔕᗩᑎ ᔕEᗷᑌTᗩᑎ YᗩTIᗰ ᗷᗩGI ᗩᑎᗩK ᗩᑎᗩK OᖇᗩᑎG ᗪEᗯᗩᔕᗩ YᗩᑎG ᒪEᗰᗩᕼ ᗩKIᗷᗩT  ᗪITIᑎGGᗩᒪ OᖇᗩᑎG TᑌᗩᑎYᗩ ᗩTᗩᑌ IᔕTᖇI YᗩᑎG ᗪITIᑎGGᗩᒪ ᔕᑌᗩᗰIᑎYᗩ ᔕEᑕᗩᖇᗩ ᒪᗩᘔIᗰ ᗩTᗩᑌ KIᗩᔕᗩᑎ

┗━━━━━━━━━━━━━✯͜͡❂⊱• ⃟  ⃟ •ইह═─

✯͜͡❂⊱•AL HADITS

1. Hadits Pertama:

❁˚ৡ✿⊱•Penjelasan Rasûlullâh -ﷺ- yang disampaikan oleh Sayyidina Ali Karramallahu wajhah, Dalam Kitab Sunan Abi Dawud : 

BAHWASANNYA BATASAN YATIM ADALAH SETELAH BALIGH

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَدِينِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خَالِدِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ رُقَيْشٍ، أَنَّهُ سَمِعَ شُيُوخًا مِنْ بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ، وَمِنْ خَالِهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَحْمَدَ، قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: حَفِظْتُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -ﷺ- : 

«لَا يُتْمَ بَعْدَ احْتِلَامٍ، وَلَا صُمَاتَ يَوْمٍ إِلَى اللَّيْلِ»

[رواه ابو داود /  ١٧ - كتاب الوصايا / باب ما جاء متى ينقطع اليتم / رقم الحديث: ٢٨٧٣].

Telah menceritakan kepada kami : Ahmad bin Shalih.  Telah menceritakan kepada kami : Yahya bin Muhammad Al Madini. Telah menceritakan kepada kami : Abdullah bin Khalid bin Sa'id bin Abu Maryam. Dari Ayahnya. Dari Sa'id bin Abdurrahman bin Yazid bin Ruqaisy, bahwa ia mendengar beberapa syekh dari Bani 'Amr bin 'Auf serta dari pamannya yaitu [Abdullah bin Abu Ahmad], ia berkata; Ali bin Abu Thalib berkata; aku telah hafal dari Rasulullah -ﷺ-: 

"TIDAK ADA YATIM SETELAH BALIGH, dan tidak ada sikap diam satu hari hingga malam hari."

[HR. Abu Dawud, no. 2873]

❁˚ৡ✿⊱•Al Alamah  Syariful Haq Ash Shidiqiy Al Adzim Abadiy berkata dalam Kitabnya 'Aunu Al Ma'bud Syarhu Sunan Abi Dawud (Juz. 8 Hal. 54):

قال بن رَسْلَانَ : أَيْ إِذَا بَلَغَ الْيَتِيمُ أَوِ الْيَتِيمَةُ زَمَنَ الْبُلُوغِ الَّذِي يَحْتَلِمُ غَالِبُ النَّاسِ زَالَ عَنْهُمَا اسْمُ الْيَتِيمِ حَقِيقَةً وَجَرَى عَلَيْهِمَا حُكْمُ الْبَالِغِينَ سَوَاءً احْتَلَمَا أَوْ لَمْ يَحْتَلِمَا 

وَقَدْ يُطْلَقُ عَلَيْهِمَا مَجَازًا بَعْدَ الْبُلُوغِ كَمَا كَانُوا يُسَمُّونَ النَّبِيُّ -ﷺ- وَهُوَ كَبِيرٌ يَتِيمُ أَبِي طَالِبٍ لِأَنَّهُ رَبَّاهُ 

(وَلَا صُمَاتَ يَوْمٍ إِلَى اللَّيْلِ) بِضَمِّ الصَّادِ الْمُهْمَلَةِ وَهُوَ السُّكُوتُ وَفِيهِ النَّهْيُ عَمَّا كَانَ مِنْ أَفْعَالِ الْجَاهِلِيَّةِ وَهُوَ الصَّمْتُ عَنِ الْكَلَامِ فِي الِاعْتِكَافِ وَغَيْرِهِ قَالَهُ الْعَلْقَمِيُّ 

وَقَالَ الْمُنَاوِيُّ أَيْ لَا عِبْرَةَ بِهِ وَلَا فَضِيلَةَ لَهُ وَلَيْسَ مَشْرُوعًا عِنْدنَا كَمَا شُرِعَ لِلْأُمَمِ قَبْلنَا. انْتَهَى

[انظر كتاب  عون المعبود شرح سنن أبي داود، ومعه حاشية ابن القيم: تهذيب سنن أبي داود وإيضاح علله ومشكلاته : (ج ٨ ص ٥٤)  /  ١٧ - كتاب الوصايا / باب ما جاء متى ينقطع اليتيم / المؤلف: محمد أشرف بن أمير بن علي بن حيدر، أبو عبد الرحمن، شرف الحق، الصديقي، العظيم آبادي (ت ١٣٢٩هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية - بيروت، الطبعة: الثانية، ١٤١٥ هـ].

Ibnu Ruslan (Asy Syafi'iy) berkata : 

Maksudnya, jika anak cowok yatim atau anak cewek yatim telah mencapai usia pubertas (baligh) yang bermimpi basah seperti kebanyakan orang dewasa, maka nama anak yatim tersebut akan hilang dari keduanya secara sesungguhnya, dan hukum orang dewasa akan berlaku bagi keduanya. Baik keduanya mengalami mimpi basah, atau mereka tidak mengalami mimpi basah. 

Dan sesungguhnya keduanya bisa  dipanggil secara kiasan (perlambang)  setelah masa pubertas, sebagaimana mereka biasa memanggil Nabi Muhammad -ﷺ-, ketika beliau sudah tua dengan panggilan yatim piatunya Abu Thalib karena beliau yang  membesarkannya. 

(Dan tidak berdiam diri pada siang hingga malam hari) yang artinya diam, dan didalamnya terdapat larangan dari melakukan suatu perbuatan yang ada pada zaman pra Islam (jahiliyyah), yaitu diam dari berbicara pada saat itikaf Dan lain-lain seperti yang diucapkan oleh Al-Alqomiy.

Dan Al-Manawiy (Asy Syafi'iy) berkata, artinya tidak ada pelajaran atau keutamaan di dalamnya, dan tidak disyariatkan  di antara kita, sebagaimana disyariatkannya bagi bangsa-bangsa sebelum kita.  Selesai.

2. Hadits Kedua :

❁˚ৡ✿⊱•Penjelasan yang disampaikan oleh Sayyidina Ibnu 'Abbas radliyAllohu 'anhuma Dalam Kitab Shohih Muslim: 

BAHWASANNYA HABISNYA KEYATIMAN ANAK YATIM DIDALAMNYA  TERMASUK  ORANG YANG SUDAH TUMBUH JENGGOTNYA, NAMUN DIA MASIH LEMAH MENGURUS DIRINYA, LEMAH MENGAMBIL DIRINYA SENDIRI ATAU MEMBERI KEPADA DIRINYA SENDIRI. 

APABILA DIA SUDAH SANGGUP MENGURUS DIRINYA SENDIRI, MENGAMBIL APA YANG BAIK BAGI DIRINYA SEPERTI HALNYA ORANG LAIN. 

MAKA KETIKA ITU DIA HABIS MASA KEYATIMANNYA. 

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ -(يَعْنِي ابْنَ بِلَالٍ)- عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ هُرْمُزَ :

أَنَّ نَجْدَةَ كَتَبَ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ يَسْأَلُهُ عَنْ خَمْسِ خِلَالٍ. فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ : لَوْلَا أَنْ أَكْتُمَ عِلْمًا مَا كَتَبْتُ إِلَيْهِ، كَتَبَ إِلَيْهِ نَجْدَةُ (معناه أن ابن عباس يكره نَجْدَةَ لبدعته): 

أَمَّا بَعْدُ فَأَخْبِرْنِي هَلْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -ﷺ-, يَغْزُو بِالنِّسَاءِ وَهَلْ كَانَ يَضْرِبُ لَهُنَّ بِسَهْمٍ وَهَلْ كَانَ يَقْتُلُ الصِّبْيَانَ وَمَتَى يَنْقَضِي يُتْمُ الْيَتِيمِ وَعَنْ الْخُمْسِ لِمَنْ هُوَ فَكَتَبَ إِلَيْهِ ابْنُ عَبَّاسٍ كَتَبْتَ تَسْأَلُنِي هَلْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -ﷺ- يَغْزُو بِالنِّسَاءِ وَقَدْ كَانَ يَغْزُو بِهِنَّ فَيُدَاوِينَ الْجَرْحَى وَيُحْذَيْنَ مِنْ الْغَنِيمَةِ وَأَمَّا بِسَهْمٍ فَلَمْ يَضْرِبْ لَهُنَّ وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -ﷺ- لَمْ يَكُنْ يَقْتُلُ الصِّبْيَانَ فَلَا تَقْتُلْ الصِّبْيَانَ 

وَكَتَبْتَ تَسْأَلُنِي مَتَى يَنْقَضِي يُتْمُ الْيَتِيمِ؟ فَلَعَمْرِي إِنَّ الرَّجُلَ لَتَنْبُتُ لِحْيَتُهُ وَإِنَّهُ لَضَعِيفُ الْأَخْذِ لِنَفْسِهِ ضَعِيفُ الْعَطَاءِ مِنْهَا فَإِذَا أَخَذَ لِنَفْسِهِ مِنْ صَالِحِ مَا يَأْخُذُ النَّاسُ فَقَدْ ذَهَبَ عَنْهُ الْيُتْمُ 

وَكَتَبْتَ تَسْأَلُنِي عَنْ الْخُمْسِ لِمَنْ هُوَ وَإِنَّا كُنَّا نَقُولُ هُوَ لَنَا فَأَبَى عَلَيْنَا قَوْمُنَا ذَاكَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ كِلَاهُمَا عَنْ حَاتِمِ بْنِ إِسْمَعِيلَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ هُرْمُزَ أَنَّ نَجْدَةَ كَتَبَ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ يَسْأَلُهُ عَنْ خِلَالٍ بِمِثْلِ حَدِيثِ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلَالٍ غَيْرَ أَنَّ فِي حَدِيثِ حَاتِمٍ وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -ﷺ- لَمْ يَكُنْ يَقْتُلُ الصِّبْيَانَ فَلَا تَقْتُلْ الصِّبْيَانَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تَعْلَمُ مَا عَلِمَ الْخَضِرُ مِنْ الصَّبِيِّ الَّذِي قَتَلَ وَزَادَ إِسْحَقُ فِي حَدِيثِهِ عَنْ حَاتِمٍ وَتُمَيِّزَ الْمُؤْمِنَ فَتَقْتُلَ الْكَافِرَ وَتَدَعَ الْمُؤْمِنَ.

[رواه مسلم /  ٣٢ - كتاب الجهاد والسير / ٤٨ - باب النساء الغازيات يرضخ لهن ولا يسهم والنهي عن قتل صبيان أهل الحرب / رقم الحديث : ١٨١٢].

Telah menceritakan kepada kami : Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab. telah menceritakan kepada kami : Sulaiman -(yaitu Ibnu Bilal)- Dari Ja'far bin Muhammad. Dari Ayahnya. Dari Yazid bin Hurmuz :  bahwa Najdah pernah menulis surat kepada Ibnu Abbas radliyaAllahu 'anhuma dan menanyakan mengenai lima masalah. 

Ibnu Abbas berkata : 

"Kalaulah aku tidak khawatir akan dianggap menyembunyikan ilmu, maka tidak akan kubalas suratnya." (surat 'Najdah -red, Ibnu Abbas radliyaAllahu 'anhuma tidak menyukainya karena Najdah suka membuat bidah ia termasuk bagian dari kaum khowarij): "Amma Ba'd, tolonglah kabarkan kepadaku, adakah kaum wanita yang pergi berperang bersama-sama dengan Rasulullah -ﷺ-? 

Apakah mereka juga diberi ghanimah? 

Apakah beliau membunuh anak-anak? 

Kapankah seorang anak tidak lagi dikatakan yatim? 

Dan untuk siapakah diberikan seperlima pembagian harta ghanimah?" 

Ibnu Abbas membalas suratnya: "Anda menanyakan kepadaku, apakah para wanita ikut berperang bersama-sama dengan Rasulullah -ﷺ-? Betul, beliau pergi berperang bersama dengan para wanita. Mereka bertugas mengobati pasukan yang terluka, dan mereka diberi harta ghanimah ala kadarnya, tetapi mereka tidak diberi jumlah tertentu. Dan sesungguhnya beliau tidak pernah membunuh anak-anak, oleh karena itu, tahanlah kalian dari membunuh anak-anak. 

KAMU MENANYAKAN KEPADAKU, MENGENAI KAPAN MASA HABISNYA KEYATIMAN ANAK YATIM? DEMI DZAT YANG MEMANJANGKAN UMURKU, ADA ORANG YANG TELAH TUMBUH JENGGOTNYA, NAMUN DIA MASIH LEMAH MENGURUS DIRINYA, LEMAH MENGAMBIL DIRINYA SENDIRI ATAU MEMBERI KEPADA DIRINYA SENDIRI. MAKA APABILA DIA SUDAH SANGGUP MENGURUS DIRINYA SENDIRI, MENGAMBIL APA YANG BAIK BAGI DIRINYA SEPERTI HALNYA ORANG LAIN. MAKA KETIKA ITU DIA HABIS MASA KEYATIMANNYA. 

Dan anda menanyakan pula tentang untuk siapa seperlima harta ghanimah tersebut?, sesungguhnya kami pernah mengatakan, itu untuk kami (Bani Hasyim), namun keluarga kami keberatan atas kami." 

Telah menceritakan kepada kami : Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ishaq bin Ibrahim  keduanya dari Hatim bin Isma'il. Dari Ja'far bin Muhammad. Dari Ayahnya. Dari Yazid bin Hurmuz bahwa Najdah  pernah menulis surat kepada Ibnu Abbas radliyaAllahu 'anhuma untuk menanyakan mengenai hal itu sebagaimana hadits Sulaiman bin Bilal, namun dalam hadits Hatim, Rasulullah -ﷺ- tidak pernah membunuh anak-anak, oleh karena itu janganlah kamu membunuh anak-anak, kecuali jika kamu mengetahui seorang anak tersebut ikut dalam berperang." Dan Ishaq menyebutkan dalam haditsnya dari Hatim, bahwa 'Kamu dapat membedakan antara yang mukmin, kemudian kamu bunuh yang kafir dan tinggalkanlah yang mukmin'."

[HR. Muslim No. 1821] 

✯͜͡❂⊱•AQWALUL ULAMA'

Para ulama khilaf (terjadi beda pendapat) dalam hal ini :

1.    Menurut Qoul Adzhar definisi yatim adalah anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum usia baligh. Pendapat ini didukung oleh mayoritas ulama tanpa hilaf.

2.Menurut Qoul Muqobilul Adzhar, Yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh salah satu dari ayah atau ibunya, 

3.Imam Asy Syafi’iy, Imam Malik, dan jumhur  (mayoritas Ulama') berpendapat bahwa status yatim tidak selesai karena baligh semata atau bertambahnya usia yatim. Tetapi sebuah kedewasaan dalam beragama maupun kematangan dalam mengelola harta harus tampak pada si yatim.  

1)• §¥å£ï'便åh 

Sebagian berpendapat bahwa keyatiman selesai setelah baligh, (mimpi basah), genap pada umur 9 tahun bagi anak laki-laki dan haidl bagi anak perempuan. Jika tanda tanda tersebut tidak diketemukan,  maka diukur dengan umur setelah genap 15 tahun dengan kalender Hijriyah, bagi anak laki-laki maupun perempuan.

Sebagiam yang lain  berpendapat status yatim tidak selesai karena baligh semata atau bertambahnya usia yatim. Tetapi sebuah kedewasaan dalam beragama maupun kematangan dalam mengelola harta harus tampak pada si yatim. 

❁˚ৡ✿⊱• Imam Abu Zakariyya Muhyiddin bin Syarof An-Nawawiy Asy Syafi'iy berkata dalam Kitabnya Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim Ibnu Al-Hajjaj (Juz. 12 Hal. 191):

(وَكَتَبْتَ تَسْأَلُنِي مَتَى يَنْقَضِي يُتْمُ الْيَتِيمِ فَلَعَمْرِي إِنَّ الرَّجُلَ لَتَنْبُتُ لِحْيَتُهُ وَإِنَّهُ لَضَعِيفُ الْأَخْذِ لِنَفْسِهِ ضَعِيفُ الْعَطَاءِ مِنْهَا فَإِذَا أَخَذَ لِنَفْسِهِ مِنْ صَالِحِ مَا يَأْخُذُ النَّاسُ فَقَدْ ذَهَبَ عَنْهُ الْيُتْمُ) 

مَعْنَى هَذَا مَتَى يَنْقَضِي حُكْمُ الْيُتْمِ وَيَسْتَقِلُّ بِالتَّصَرُّفِ فِي مَالِهِ 

وَأَمَّا نَفْسُ الْيُتْمِ فَيَنْقَضِي بِالْبُلُوغِ وَقَدْ ثَبَتَ أَنَّ النَّبِيَّ -ﷺ- قَالَ : «لَا يُتْمَ بَعْدَ الْحُلُمِ». 

وَفِي هَذَا دَلِيلٌ لِلشَّافِعِيِّ وَمَالِكٍ وَجَمَاهِيرِ الْعُلَمَاءِ : "أَنَّ حُكْمَ الْيُتْمِ لَا يَنْقَطِعُ بِمُجَرَّدِ الْبُلُوغِ وَلَا بِعُلُوِّ السِّنِّ بَلْ لَا بُدَّ أَنْ يَظْهَرَ مِنْهُ الرُّشْدُ فِي دِينِهِ وَمَالِهِ" 

وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ : إِذَا بَلَغَ خَمْسًا وَعِشْرِينَ سَنَةً زَالَ عَنْهُ حُكْمُ الصِّبْيَانِ وَصَارَ رَشِيدًا يَتَصَرَّفُ فِي مَالِهِ وَيَجِبُ تَسْلِيمُهُ إِلَيْهِ وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ضَابِطٍ لَهُ 

وَأَمَّا الْكَبِيرُ إِذَا طَرَأَ تَبْذِيرُهُ فَمَذْهَبُ مَالِكٍ وَجَمَاهِيرِ الْعُلَمَاءِ وُجُوبُ الْحَجْرِ عَلَيْهِ 

وَقَالَ أَبُو حنيفة لا يحجر . اهـ.

[انظر كتاب المنهاج شرح صحيح مسلم بن الحجاج : (ج ١٢ ص ١٩١) / كتاب الجهاد والسير / باب النساء الغازيات يرضخ لهن ولا يسهم / والنهي عن ... / المؤلف: أبو زكريا محيي الدين يحيى بن شرف النووي الشافعي (ت ٦٧٦هـ) / الناشر: دار إحياء التراث العربي - بيروت، الطبعة: الثانية، ١٣٩٢ هـ].

KAMU MENANYAKAN KEPADAKU, MENGENAI KAPAN MASA HABISNYA KEYATIMAN ANAK YATIM? DEMI DZAT YANG MEMANJANGKAN UMURKU, ADA ORANG YANG TELAH TUMBUH JENGGOTNYA, NAMUN DIA MASIH LEMAH MENGURUS DIRINYA, LEMAH MENGAMBIL DIRINYA SENDIRI ATAU MEMBERI KEPADA DIRINYA SENDIRI. MAKA APABILA DIA SUDAH SANGGUP MENGURUS DIRINYA SENDIRI, MENGAMBIL APA YANG BAIK BAGI DIRINYA SEPERTI HALNYA ORANG LAIN. MAKA KETIKA ITU DIA HABIS MASA KEYATIMANNYA. 

Yang dimaksud dengan hal ini adalah berakhirnya masa keyatiman dan ia bebas untuk  membelanjakan  hartanya.

Dan adapun Status Yatim sendiri selesai lantaran baligh. Sebuah riwayat menyebut Rasulullah -ﷺ- bersabda : 

“Tidak ada keyatiman setelah baligh”. 

Hadits ini menjadi dalil bagi Imam Asy Syafi’iy, Imam Malik, dan jumhur  (mayoritas Ulama') yang berpendapat bahwa status yatim tidak selesai karena baligh semata atau bertambahnya usia yatim. Tetapi sebuah kedewasaan dalam beragama maupun kematangan dalam mengelola harta harus tampak pada si yatim. 

Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat : jika seseorang yatim sudah mencapai usia 25 tahun, statusnya sebagai anak lenyap darinya. Ia menyandang status dewasa yang dapat mengatur sendiri perekonomiannya. Kita pun wajib menyerahkan harta (peninggalan orang tuanya) kepadanya sekalipun ia bukan orang yang cermat. 

Adapun anak dewasa jika terjadi pemborosan, maka menurut Imam  Malik dan mayoritas ulama (jumhur)  berpendapat wajib dikarantina. 

Imam Abu Hanifah berkata: Dia tidak dikarantina. Selesai.

❁˚ৡ✿⊱•Menyambut keterangan Imam An-Nawawi di atas, Syaikh DR. Wahbah bin Musthofa Az-Zuhaily menyebut sejumlah batasan perihal yatim. Berikut ini keterangannya  dalam Kitabnya Ushulul Fiqhil Islami, Darul Fikr Mu’ashir, Beirut ( juz 1, halaman 181) : 

لكن أجمع العلماء أن الصبي إذا بلغ سفيها يمنع منه ماله لقوله تعالى : «وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا». {سورة النساء : ٠٠٤/ ٥}. فإن أصبح راشدا ببلوغ خمس وعشرين سنة، فيسقط حينئذ منع المال عنه لقوله تعالى : «وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ». {سورة النساء : ٠٠٤/ ٥}.

Akan tetapi Ulama sepakat bahwa ketika seorang anak yatim sudah baligh tetapi masih belum sempurna akalnya (belum bisa mengatur harta dengan benar), ia tidak diperbolehkan mengatur hartanya. Ini didasarkan pada firman Allah di surat An-Nisa ayat 5 yang berbunyi :  “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta mereka (yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” Namun, ketika ia balig dan sudah matang pikirannya dengan mencapai usia 25 tahun, gugurlah penangguhan atas pengelolaan sendiri harta mereka. Ini didasarkan pada firman Allah di surat An-Nisa ayat 5 yang berbunyi :  “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Jika kamu merasa mereka telah matang (bisa mengatur harta dengan benar), serahkanlah harta-hartanya kepada mereka.” Selesai.

❁˚ৡ✿⊱• Syaikh Syihabuddin Al-Ramliy Asy Syafi'iy, yang mengatakan bahwa anak yatim adalah mereka yang belum baligh, baik disebabkan usia maupun mimpi basah. Sebagaimana tertulis dalam Kitabnya Nihayatu Al Muhtaj Ila Syarhi Al-Minhāj (Juz. 6 Hal. 138);

اَلْيَتِيْمُ صَغِيْرٌ لَمْ يَبْلُغْ بِسِنٍّ أَوِ احْتِلَامٍ لِخَبَرٍ لاَ يُتْمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ 

[انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : (ج ٦ ص ١٣٨) / كتاب قسم الفيء والغنيمة / المؤلف: شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي الشافعي (ت ١٠٠٤هـ) / الناشر: دار الفكر، بيروت، الطبعة: ط أخيرة - ١٤٠٤هـ/١٩٨٤مـ].

“Yatim adalah anak kecil yang belum baligh; baik dengan tahun ataupun dengan mimpi basah, karena terdapat hadits: Tidak dikatakan yatim orang yang sudah mimpi basah (baligh).” Selesai.

❁˚ৡ✿⊱•Imam Abdurro'uf Al-Munawiy Asy Syafi'iy berkata dalam Kitabnya Faidlu Al Qodir (Juz. 6 Hal. 444):

(لَا يُتْمَ بَعْدَ احْتِلَامٍ) وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبَزَّارِ: بَعْدَ حُلْمٍ،

أَيْ لَا يَجْرِي عَلَى الْبَالِغِ حُكْمُ الْيَتِيمِ. ... (إلى أن قال)... 

أَشَارَ إِلَى أَنَّ حُكْمَ الْيَتِيمِ جَارٍ عَلَيْهِ قَبْلَ بُلُوغِهِ: مِنَ الْحَجْرِ فِي مَالِهِ، وَالنَّظَرِ فِي مُهِمَّاتِهِ، وَكَفَالَتِهِ وَإِيوَائِهِ، فَإِذَا احْتَلَمَ وَكَانَتْ حَالَةُ الْبُلُوغِ اسْتَقَلَّ، وَلَا يُسَمَّى بِالْيَتِيمِ. اهـ

[انظر كتاب فيض القدير شرح الجامع الصغير : (ج ٦ ص ٤٤٤) / حرف "لا" / المؤلف: زين الدين محمد المدعو بعبد الرؤوف بن تاج العارفين بن علي بن زين العابدين الحدادي ثم المناوي القاهري الشافعي (ت ١٠٣١هـ) / الناشر: المكتبة التجارية الكبرى - مصر، الطبعة: الأولى، ١٣٥٦ هـ].

(Tidak diberlakukan status keyatiman  setelah mimpi basah) dan dalam riwayat Al-Bazzar: setelah mimpi,

Artinya, bahwasanya hukum anak yatim berlaku baginya sebelum balighnya ... (sampai dia berkata)... 

Beliau mencontohkan, hukum anak yatim berlaku baginya sebelum ia baligh, antara lain menyita hartanya, memeriksa urusannya, menafkahinya, dan memberinya naungan, maka ketika ia mengalami mimpi basah, dan  keadaan baligh itu mandiri, dan ia tidak disebut yatim. Selesai.

❁˚ৡ✿⊱•Imam Muhyissunnah  Al-Baghawi Asy Syafi'iy berkata dalam Kitabnya Ma'alimu At Tanzil Fi Tafsiri Al Qur'an  = Tafsir Al Baghowiy (Juz. 2 Hal. 159):

وَالْيَتَامَى: جَمْعُ يَتِيمٍ، وَالْيَتِيمُ: اسْمٌ لِصَغِيرٍ لَا أَبَ لَهُ وَلَا جَدَّ، 

وَإِنَّمَا يُدْفَعُ الْمَالُ إِلَيْهِمْ بَعْدَ الْبُلُوغِ، وَسَمَّاهُمْ يَتَامَى هَاهُنَا عَلَى مَعْنَى أَنَّهُمْ كَانُوا يَتَامَى. انتهى

[انظر كتاب معالم التنزيل في تفسير القرآن = تفسير البغوي : (ج ٢ ص ١٥٩) / النساء / ١ / المؤلف: محيي السنة، أبو محمد الحسين بن مسعود البغوي الشافعي (ت ٥١٠هـ) / الناشر: دار طيبة للنشر والتوزيع، الطبعة: الرابعة، ١٤١٧ هـ - ١٩٩٧ مـ].

Adapun lafadz ‘al-yatama’ adalah jama’ dari kata yatim. Yatim adalah nama bagi anak kecil yang tidak memiliki ayah dan kakek.

Hartanya diberikan kepada mereka setelah mereka mencapai pubertas (baligh), dan menyebut mereka yatama, di sini artinya mereka yatim piatu. Selesai.

    

❁˚ৡ✿⊱•Imam Abu Zakariyya Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawiy Asy Syafi'iy berkata dalam Kitabnya Raudhatut Tholibin Wa 'Umdatu Al Muftin (Juz. 6 Hal.  356):

وَالْيَتِيمُ: الصَّغِيرُ الَّذِي لَا أَبَ لَهُ، قِيلَ: وَلَا جَدَّ. 

وَيُشْتَرَطُ فِيهِ الْفَقْرُ عَلَى الْمَشْهُورِ. وَقِيلَ: عَلَى الصَّحِيحِ.

[انظر كتاب روضة الطالبين وعمدة المفتين ,: (ج ٦ ص ٣٥٦) / كتاب قسم الفيء والغنيمة / فصل / المؤلف: أبو زكريا محيي الدين يحيى بن شرف النووي الشافعي (ت ٦٧٦ هـ) / الناشر: المكتب الإسلامي، بيروت- دمشق- عمان

الطبعة: الثالثة، ١٤١٢ هـ / ١٩٩١ مـ].

Yatim adalah anak kecil yang tidak memiliki ayah. Sebagian ulama mengatakan, juga tidak memiliki kakek. 

Dan disyaratkan didalamnya sifat fakir (miskin),  menurut yang masyhur, dan dikatakan : menurut pendapat yang Shohih (benar). Selesai.

❁˚ৡ✿⊱•Imam Zakariyya Al-Anshariy Asy Syafi'iy berkata dalam Kitabnya Asnal Mathalib III / 88

الثَّالِثُ لِلْيَتَامَى لِلْآيَةِ وَهُمْ كُلُّ صَغِيرٍ ذَكَرٍ أو أُنْثَى أو خُنْثَى لَا أَب له وَلَوْ كان له أُمٌّ وَجَدٌّ أَمَّا كَوْنُهُ صَغِيرًا فَلِخَبَرِ لَا يُتْمَ بَعْدَ احْتِلَامٍ رَوَاهُ أبو دَاوُد وَحَسَّنَهُ النَّوَوِيُّ لَكِنْ ضَعَّفَهُ الْمُنْذِرِيُّ وَغَيْرُهُ 

وَأَمَّا كَوْنُهُ لَا أَبَ لَهُ فَلِلْوَضْعِ وَالْعُرْفِ سَوَاءٌ أَكَانُوا مِنْ أَوْلَادِ الْمُرْتَزِقَةِ أَمْ لَا قُتِلَ أَبُوهُمْ فِي الْجِهَادِ أَمْ لَا (وَيُشْتَرَطُ) فِي إعْطَائِهِمْ (فَقْرُهُمْ) لِإِشْعَارِ لَفْظِ الْيُتْمِ. انتهى

[انظر كتاب أسنى المطالب في شرح روض الطالب : (ج ٣ ص ٨٨) / الباب الأول الفيء / فصل يقسم الفيء على خمسة أسهم / المؤلف: زكريا بن محمد بن زكريا الأنصاري، زين الدين أبو يحيى السنيكي الشافعي (ت ٩٢٦هـ) / الناشر: دار الكتاب الإسلامي - بدون السنة].

Ketiga bagi anak-anak yatim berdasarkan sebuah ayat. Yang dimaksud dengan anak-anak yatim adalah setiap anak kecil, baik laki-laki, perempuan, maupun banci, yang tidak memiliki ayah, meskipun masih memiliki ibu dan kakek. Adapun keadaannya harus  masih kecil, kemudian berdasarkan riwayat hadits  yang menjelaskan  tidak ada istilah keyatiman setelah mimpi basah. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan DIGOLONGKAN HADITS HASAN OLEH AL-NAWAWI, namun lemah oleh al-Mundziriy dan lain-lain. 

Adapun tidak mempunyai ayah, itu tergantung situasi dan adat istiadat, apakah mereka anak tentara bayaran atau bukan, apakah ayah mereka terbunuh dalam jihad atau tidak (dan di syaratkan) Dalam memberi mereka (adalah kemiskinan mereka), karena untuk memberi perhatian (sorotan) terhadap kata yatim. Selesai.

❁˚ৡ✿⊱•Imam Syarif Ali bin Muhammad Al-Jurjaniy Al Hasaniy berkata dalam kitabnya At-Ta’rifat (Hal. 258):

اليتيم: هو المنفرد عن الأب؛ لأن نفقته عليه لا على الأم، 

وفي البهائم: اليتيم: هو المنفرد عن الأم؛ لأن اللبن والأطعمة منها.

[انظر كتاب التعريفات : (ج ٢٥٨) / المجلد الاول / باب الياء / المؤلف: علي بن محمد بن علي الزين الشريف الجرجاني (ت ٨١٦هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية بيروت -لبنان، الطبعة: الأولى ١٤٠٣هـ -١٩٨٣مـ].

Yatim adalah orang  yang ditinggal mati bapak kandungnya karena nafkahnya wajib ditanggung bapaknya, bukan ibunya.

Sedangkan untuk hewan adalah yang induknya mati, karena sesungguhnya susu dan makanan bersumber darinya. Selesai.

❁˚ৡ✿⊱•Menurut Qoul Muqobilul Adzhar (membandingi pendapat yang paling jelas), Yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh salah satu dari ayah atau ibunya, pendapat ini diusung oleh Imam  Badruddin Az-Zarkasyiy Bahadur Asy Syafi'iy yang mengatakan dalam kitabnya Al-Mantsur Fi Al-Qawaa’id Al Fiqhiyyah (Juz. 3 Hal. 368):

الْيَتِيمُ الْمَشْهُورُ أَنَّهُ الصَّغِيرُ الَّذِي لَا أَبَ لَهُ، وَأَنَّ (الْيَتِيمَ) فِي الْآدَمِيِّ بِمَوْتِ الْأَبَاءِ وَفِي الْبَهَائِمِ بِمَوْتِ الْأُمَّهَاتِ، 

(قَالَ) الْمَاوَرْدِيُّ؛ لِأَنَّ الْبَهِيمَةَ تُنْسَبُ إلَى أُمِّهَا فَكَانَ بِمَوْتِ الْأُمِّ يُتْمُهَا وَالْآدَمِيُّ يُنْسَبُ إلَى أَبِيهِ فَكَانَ يُتْمُهُ بِمَوْتِ الْأَبِ، وَقَالَ ابْنُ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي كِتَابِ الْحَجَرِ مِنْ تَعْلِيقِهِ الْيَتِيمُ مَنْ لَا أَبَ لَهُ وَلَا أُمَّ بِلَا خِلَافٍ وَكَذَلِكَ مَنْ لَا أَبَ لَهُ يَلْزَمُهُ اسْمُ الْيَتِيمِ قَوْلًا وَاحِدًا فَأَمَّا إذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ أُمٌّ وَكَانَ لَهُ أَبٌ فَعَلَى وَجْهَيْنِ: أَحَدُهُمَا أَنَّهُ يَتِيمٌ وَهُوَ عَلَى الْقَوْلِ الَّذِي يَقُولُ: إنَّ الْأُمَّ تَلِي أَمْرَ ابْنِهَا. انتهى

[انظر كتاب المنثور في القواعد الفقهية : (ج ٣ ص ٣٦٨) / حرف الياء / المؤلف: الزركشي بدر الدين محمد بن عبد الله بن بهادر الشافعي (٧٤٥ - ٧٩٤ هـ) / الناشر: وزارة الأوقاف الكويتية (طباعة شركة الكويت للصحافة)، الطبعة: الثانية، ١٤٠٥ هـ - ١٩٨٥ مـ].

"Menurut pendapat yang masyhur, yatim adalah anak kecil yang tidak memiliki ayah. Yatim pada manusia karena kematian ayah, sedangkan pada hewan karena kematian inangnya. 

Al-Mawardi mengatakan hal tersebut karena hewan dinisbatkan kepada ibunya, sehingga dengan kematian ibu menjadi yatim, sedangkan manusia dinisbatkan kepada ayahnya, sehingga seseorang menjadi yatim dengan kematian ayahnya. Ibnu Abi Hurairah dalam kitab Al-Hajru dalam ta'liqnya mengatakan bahwa yatim adalah siapa saja yang tidak memiliki ayah dan ibu tanpa ada perselisihan, begitu pula tidak memiliki ayah, ia tetap dinamakan yatim menurut satu pendapat. Adapun jika tidak memiliki ibu namun masih memiliki ayah, maka terdapat dua pendapat, salah satunya adalah bahwa ia tetap disebut yatim, berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa ibu bertanggung jawab atas urusan anaknya. Selesai.

❁˚ৡ✿⊱• Imam Abu Jarir At Thobary berkata dalam Kitab Tafsirnya (Juz. 13  Hal. 549):

وَأَمَّا " الْيَتَامَى " ، فَهُمْ أَطْفَالُ الْمُسْلِمِينَ الَّذِينَ قَدْ هَلَكَ آبَاؤُهُمْ . 

وَ" الْمَسَاكِينُ " ، هُمْ أَهْلُ الْفَاقَةِ وَالْحَاجَةِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ . 

وَ" ابْنُ السَّبِيلِ " ، الْمُجْتَازُ سَفَرًا قَدِ انْقُطِعَ بِهِ. انتهى

2)• Håñå£ï¥¥åh 

Sebutan yatim bisa digunakan bagi anak anak dan orang dewasa yang terpisah dari orangtua mereka, namun yang lazim digunakan panggilan dengan nama itu digunakan sebelum mereka mencapai pubertas, dan biasanya mereka lemah untuk bertindak sendiri, dan lemah untuk mengatur urusan mereka dengan sempurna. Setelah umur 25 tahun dan hilang sifat sifat lemah tersebut, maka hilanglah sebutan nama yatim bagi mereka.

Sebutan yatim juga berlaku bagi para istri yang ditinggalkan oleh suaminya, karena suami menduduki sebagai orang tua yang menjadi wali anak kecil yang diperankan oleh istrinya.

❁˚ৡ✿⊱•Imam Abu Bakr Al Jashsbosh Al Hanafiy berkata dalam Kitab tafsirnya Ahkamu Al Qur'an (Juz. 2 Hal. 61):

وَسَمَّاهُمْ يَتَامَى لِأَحَدِ مَعْنَيَيْنِ؛ إِمَّا لِقُرْبِ عَهْدِهِمْ بِالْبُلُوغِ؛ أَوْ لِانْفِرَادِهِمْ عَنْ آبَائِهِمْ؛ مَعَ أَنَّ الْعَادَةَ فِي أَمْثَالِهِمْ ضَعْفُهُمْ عَنِ التَّصَرُّفِ لِأَنْفُسِهِمْ؛ وَالْقِيَامِ بِتَدْبِيرِ أُمُورِهِمْ عَلَى الْكَمَالِ؛ حَسَبَ تَصَرُّفِ الْمُتَحَنِّكِينَ الَّذِينَ قَدْ جَرَّبُوا الْأُمُورَ؛ وَاسْتَحْكَمَتْ آرَاؤُهُمْ؛  اهـ.

[انظر كتاب أحكام القرآن : (ج ٢ ص ٦١) / سورة آل عمران / مدخل / المؤلف: أحمد بن علي أبو بكر الرازي الجصاص الحنفي (ت ٣٧٠هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية بيروت - لبنان، الطبعة: الأولى، ١٤١٥هـ / ١٩٩٤مـ].

Dia menyebut mereka anak yatim karena salah satu dari dua arti berikut: Entah karena mereka sudah mendekati masa pubertas; Atau karena mereka terpisah dari orang tuanya, bersamaan dengan  orang-orang seperti mereka biasanya terlalu lemah untuk bertindak sendiri, dan lemah untuk mengatur urusan mereka dengan sempurna, menurut perilaku orang berpengalaman yang telah mencoba berbagai hal dan Pendapat mereka kuat. Selesai.

❁˚ৡ✿⊱•Imam  As-Sarakhsiy Al-Hanafiy (w. 483 H) menyebutkan dalam Kitabnya Al Mabsuth (Juz. 10 Hal. 30) :

فَإِذَا احْتَلَمَ يَخْرُجُ مِنْ الْيُتْمِ وَيُضْرَبُ لَهُ بِسَهْمٍ وَهَذَا لِقَوْلِ النَّبِيِّ -ﷺ- : «لَا يُتْمَ بَعْدَ الْحُلُمِ» 

وَاَلَّذِي رُوِيَ أَنَّ الْكُفَّارَ كَانُوا يُسَمُّونَ رَسُولَ اللَّهِ -ﷺ- يَتِيمَ أَبِي طَالِبٍ بَعْدَ الْمَبْعَثِ قَدْ كَانُوا يَقْصِدُونَ الِاسْتِخْفَافَ بِهِ لَا أَنَّهُ فِي الْحَالِ يَتِيمٌ 

[انظر كتاب المبسوط : (ج ١٠ ص ٣٠) / كتاب السير / باب معاملة الجيش مع الكفار / المؤلف: محمد بن أحمد بن أبي سهل شمس الأئمة السرخسي الحنفي (ت ٤٨٣ هـ) / الناشر: مطبعة السعادة - مصر - بدون السنة].

Ketika seseorang itu sudah ihtilam (mimpi basah), maka telah keluar dari sifat yatim, dan dipukul dengan anak panah. Hal itu didasari dari sebuah hadits Nabi -ﷺ-:

Tidak disebut yatim orang yang telah hulm/ baligh. (H.R. Abu Daud)

Dan hadits yang diriwayatkan : Bahwa sesungguhnya orang-orang kafir biasa memanggil Rasulullah -ﷺ-   Yatimnya Abi Thalib (karena beliau yang memeliharanya) setelah beliau diutus. Mereka  bermaksud meremehkannya, bukan karena beliau pada saat itu   anak yatim. Selesai.

❁˚ৡ✿⊱•Imam Mahmud  Zamahsyariy Al Hanafiy berkata dalam Kitabnya Al Kasyaaf (Juz. 1 Hal. 464): 

وَحَقُّ هَذَا الاسْمِ (اليتيم)  أَنْ يَقَعَ عَلَى الصِّغَارِ وَالْكِبَارِ لِبَقَاءِ مَعْنَى الانْفِرَادِ عَنِ الْآبَاءِ ، إِلَّا أَنَّهُ قَدْ غَلَبَ أَنْ يُسَمَّوْا بِهِ قَبْلَ أَنْ يَبْلُغُوا مَبْلَغَ الرِّجَالِ ، فَإِذَا اسْتَغْنَوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ كَافِلٍ وَقَائِمٍ عَلَيْهِمْ وَانْتَصَبُوا كَفَاهُ يَكْفُلُونَ غَيْرَهُمْ وَيَقُومُونَ عَلَيْهِمْ ، زَالَ عَنْهُمْ هَذَا الاسْمُ ، اهـ.

[انظر كتاب الكشاف عن حقائق غوامض التنزيل وعيون الأقاويل في وجوه التأويل : (ج ١ ص ٤٦٤) /  سورة النساء [سورة النساء (٤) : آية ٢] / المؤلف: محمود بن عمر بن أحمد الزمخشري الحنفي [ت ٥٣٨ هـ] /  الناشر: دار الريان للتراث بالقاهرة - دار الكتاب العربي ببيروت, الطبعة: الثالثة ١٤٠٧ هـ - ١٩٨٧ مـ].

Nama yatim ini cocok untuk anak-anak dan orang dewasa karena artinya terasing dari orang tuanya, NAMUN LAZIMNYA MEREKA DIPANGGIL DENGAN NAMA ITU SEBELUM MEREKA MENCAPAI PUBERTAS (BALIGH), setingkat dengan orang  laki-laki, ketika mereka tidak membutuhkan wali atau orang yang bertanggung jawab atas mereka, dan mereka sudah dapat berdiri untuk mendukung orang lain dan merawat mereka, maka hilanglah dari mereka status  nama tersebut. Selesai.

❁˚ৡ✿⊱•Imam Abu Bakr Ar Rozziy Al Jashsbosh Al Hanafiy berkata dalam Kitabnya Ahkamu Al Qur'an (Juz. 2 Hal. 61 - 62):

وَاسْمُ الْيَتِيمِ قَدْ يَقَعُ عَلَى الْمُنْفَرِدِ عَنْ أَبِيهِ؛ وَعَلَى الْمَرْأَةِ الْمُنْفَرِدَةِ عَنْ زَوْجِهَا؛ قَالَ النَّبِيُّ -ﷺ- : "تُسْتَأْمَرُ الْيَتِيمَةُ فِي نَفْسِهَا"؛ وَهِيَ لَا تُسْتَأْمَرُ إِلَّا وَهِيَ بَالِغَةٌ؛ وَقَالَ الشَّاعِرُ: 

إِنَّ الْقُبُورَ تَنْكِحُ الْأَيَامَى ... اَلنِّسْوَةَ الْأَرَامِلَ الْيَتَامَى

إِلَّا أَنَّهُ مَعْلُومٌ أَنَّهُ إِذَا صَارَ شَيْخًا؛ أَوْ كَهْلًا؛ لَا يُسَمَّى يَتِيمًا؛ وَإِنْ كَانَ ضَعِيفَ الْعَقْلِ؛ نَاقِصَ الرَّأْيِ؛ فَلَا بُدَّ مِنَ اعْتِبَارِ قُرْبِ الْعَهْدِ بِالصِّغَرِ؛ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ الْمُسِنَّةُ تُسَمَّى "يَتِيمَةً"؛ مِنْ جِهَةِ انْفِرَادِهَا عَنْ زَوْجٍ؛ وَالرَّجُلُ الْكَبِيرُ الْمُسِنُّ لَا يُسَمَّى يَتِيمًا؛ مِنْ جِهَةِ انْفِرَادِهِ عَنْ أَبِيهِ؛ وَإِنَّمَا كَانَ كَذَلِكَ لِأَنَّ الْأَبَ يَلِي عَلَى الصَّغِيرِ؛ وَيُدَبِّرُ أَمْرَهُ؛ وَيَحُوطُهُ؛ فَيَكْنُفُهُ؛ فَسُمِّيَ الصَّغِيرُ يَتِيمًا لِانْفِرَادِهِ عَنْ أَبِيهِ الَّذِي هَذِهِ حَالُهُ؛ فَمَا دَامَ عَلَى حَالِ الضَّعْفِ وَنُقْصَانِ الرَّأْيِ يُسَمَّى يَتِيمًا؛ بَعْدَ الْبُلُوغِ؛ 

وَأَمَّا الْمَرْأَةُ فَإِنَّمَا سُمِّيَتْ يَتِيمَةً لِانْفِرَادِهَا عَنِ الزَّوْجِ الَّذِي هِيَ فِي حِبَالِهِ؛ وَكَنَفِهِ؛ فَهِيَ؛ وَإِنْ كَبِرَتْ؛ فَهَذَا الِاسْمُ لَازِمٌ لَهَا; لِأَنَّ وُجُودَ الزَّوْجِ لَهَا فِي هَذِهِ الْحَالِ بِمَنْزِلَةِ الْأَبِ لِلصَّغِيرِ؛ فِي أَنَّهُ هُوَ الَّذِي يَلِي حِفْظَهَا؛ وَحِيَاطَتَهَا؛ فَإِذَا انْفَرَدَتْ عَمَّنْ هَذِهِ حَالُهُ مَعَهَا سُمِّيَتْ "يَتِيمَةً"؛ كَمَا سُمِّيَ الصَّغِيرُ يَتِيمًا لِانْفِرَادِهِ عَمَّنْ يُدَبِّرُ أَمْرَهُ؛ وَيَكْنُفُهُ؛ وَيَحْفَظُهُ؛ أَلَا تَرَى إِلَى قَوْلِهِ (تَعَالَى): الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ ؟ [النساء: ٣٤]، كَمَا قَالَ: وَأَنْ تَقُومُوا لِلْيَتَامَى بِالْقِسْطِ [النساء: ١٢٧]،؛ فَجَعَلَ الرَّجُلَ قَيِّمًا عَلَى امْرَأَتِهِ؛ كَمَا جَعَلَ وَلِيَّ الْيَتِيمِ قَيِّمًا عَلَيْهِ. اهـ.

[انظر كتاب أحكام القرآن : (ج ٢ ص ٦١ - ٦٢) / سورة آل عمران /  مدخل / المؤلف: أحمد بن علي أبو بكر الرازي الجصاص الحنفي (ت ٣٧٠هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية بيروت - لبنان، الطبعة: الأولى، ١٤١٥هـ/١٩٩٤مـ]. 

Nama yatim piatu mungkin merujuk pada seseorang yang terpisah dari ayahnya. Dan bagi seorang wanita yang berpisah dari suaminya; Nabi -ﷺ- bersabda : "Seorang wanita yatim dimintai pertimbangan terhadap dirinya, (apabila ia diam maka hal itu adalah izinnya, dan apabila ia menolak maka tidak boleh memaksakannya)." ((HR. Abu Dawud)). Dia tidak diminta izin kecuali dia beranjak dewasa. Penyair berkata: 

Sesungguhnya kuburan mengawini hari-hariku ...  wanita, janda janda, anak anak  yatim piatu 

NAMUN, DIKETAHUI JIKA DIA MENJADI ORANG TUA; ATAU USIA TUA; IA TIDAK DISEBUT ANAK YATIM; SEKALIPUN DIA BERPIKIRAN LEMAH; opini yang kurang; Penting untuk mempertimbangkan kedekatan perjanjian sebagai hal yang kecil; Seorang wanita lanjut usia disebut “yatim piatu”; Di satu sisi, dia sendirian dengan suaminya; Orang tua tidak disebut yatim piatu; Dalam hal keterasingannya dari ayahnya; Namun hal ini terjadi karena sang ayah mengasuh anak tersebut; Dan dia mengatur urusannya; Dan dia mengelilinginya; Dia akan melindunginya; Maka anak tersebut disebut yatim piatu karena terpisah dari ayahnya yang berada dalam keadaan tersebut. Selama dia masih dalam keadaan lemah dan tidak mempunyai pendapat, maka dia disebut anak yatim, setelah pubertas.  

Sedangkan bagi perempuan disebut anak yatim karena terpisah dari suami yang masih dalam tali  pernikahan  dengannya, dan berada disisinya, walaupun ia sudah dewasa; NAMA INI PENTING BAGINYA; SEBAB, KEHADIRAN SUAMI BAGINYA DALAM HAL INI IBARAT SEORANG AYAH BAGI ANAKNYA. Dalam hal ini dialah yang menjaga  disekitarnya, melindunginya;

Jika wanita  terpisah dari seseorang yang mengalami kondisi seperti ini, ia disebut “yatim piatu”. ANAK TERSEBUT DISEBUT JUGA YATIM PIATU KARENA DIASINGKAN DARI ORANG-ORANG YANG MENGATUR URUSANNYA، MENDAMPINGINYA, DAN MENJAGANYA.  Tidakkah anda  melihat firman Allah Yang Maha Esa: {Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita}, (QS. An Nisaa' : 004/ 24). Sebagaimana Allah berfirman : {Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil}. (QS. An Nisaa'  : 004/ 127). Maka Allah mengangkat menjadikan  laki-laki sebagai wali istrinya, seperti Allah juga menjadikan dirinya (laki laki) sebagai wali atasnya (anak yatim). Selesai.

❁˚ৡ✿⊱•Syaikh Sayyid Muhammad Murtadlo Az Zabidiy Al Husainiy Al Hanafiy berkata dalam Kitabnya Taaju Al 'Aruus Min Jawahiri Al Qomus (Juz. 34 Hal. 134 - 135): 

وقَالَ الحَرَالِّيُّ: اليُتْمُ: فِقْدَانُ الأَبِ حِينَ الحَاجَةِ، ولِذلِكَ أثْبَتَهُ مُثْبِتٌ فِي الذَّكَرِ إِلَى البُلُوغِ، والأنْثى إِلَى الثُّيُوبَةِ، لِبَقَاءِ حَاجَتِها بَعْدَ البُلُوغِ. (و) اليُتْمُ (فِي البَهَائِمِ: فِقْدَانُ الأُمِّ) ، أشَارَ لَهُ الجَوْهَرِيُّ، وهُوَ قَوْلُ ابنِ السِّكِّيتِ، زَادَ، وَلَا يُقَالُ لِمَنْ فَقَدَ الأُمَّ مِنَ النَّاسِ:} يَتِيمٌ، ولكِنْ: مُنْقَطِعٌ، 

وقَالَ ابنُ بَرِّي: {اليَتِيمُ: الذِي يَمُوتُ أَبُوهُ، والعَجِيُّ: الذِي تَمُوتُ أُمُّهُ، واللَّطِيمُ: الذِي يَمُوتُ أبَوَاهُ، ...(الى أن قال)....

وقالَ أَبُو سَعِيدٍ: يُقَالُ للمَرْأةِ: {يَتِيمَةٌ، لَا يَزُولُ عَنْهَا اسمُ اليُتْمِ أَبَدًا، وأَنْشَدُوا: (وَيَنْكِحُ الأَرَامِلَ} اليَتَامَى ... )

وقالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: تُدْعَى يَتِيمَةً مَا لَمْ تَتَزَوَّجْ، فَإذَا تَزَوَّجَتْ زَالَ عَنْهَا اسْمُ اليُتْمِ، وَكانَ المُفَضَّلُ يُنْشِدُ: (أَفَاطِمُ إِنِّي هَالِكٌ فَتَثَبَّتِي ... وَلَا تَجْزَعِي كُلُّ النِّسَاءِ يَتِيمُ) وَفِي التَنْزِيلِ العَزِيزِ: {وَآتوا الْيَتَامَى أَمْوَالهم} أيْ: أَعْطُوهُمْ أمْوَالَهُمْ إِذَا {آنستم مِنْهُم رشدا} وسُمُّوا {يَتَامَى بَعْدَ أنْ أُونِسَ مِنْهُم الرُّشْدُ، بالاسْمِ الأَوِّلِ الذِي كانَ لَهُمْ، قَبْلَ إيْنَاسِهِ مِنْهُم، وأَصْلُ اليُتْمِ، بِالضَّمِّ والفَتْحِ: الانْفِرادُ، وقِيلَ: الغَفْلَةُ، والأُنْثَى: يَتِيمَةٌ، فَإذَا بَلَغَا زَالَ عَنْهُمَا اسْمُ اليُتْمِ حَقِيقَةً، وقَدْ يُطْلَقُ عَلَيْهِمَا مَجَازاً بَعْدَ البُلُوغِ، كَمَا كَانُوا يُسَمُّونَ النَّبِيَّوَهُوَ كَبِيرٌ: يَتِيمَ أَبِي طَالِبٍ؛ لأنَّهُ رَبَّاهُ بَعْدَ مَوْتِ أَبِيه. وَفِي الحَدِيثِ: " تُسْتَأمَرُ} اليَتِيمَةُ فِي نَفْسَها، فَإِنْ سَكَتَتْ فَهُوَ إِذْنُها " أَرَادَ {باليَتِيمَةِ: البِكْرَ البَالِغَةَ، التِي مَاتَ أَبُوهَا قَبْلَ بُلُوغِها، فَلَزِمَها اسْمُ اليُتْمِ، فَدُعِيَتْ بِهِ وهِيَ بَالِغَةٌ مَجَازاً. وَفِي حَدِيثِ الشَّعْبِيِّ: " أنَّ امْرَأةً جَاءَتْ إليِهِ فقَالتْ إِنِّي امْرَأةٌ يَتِيمَةٌ، فَضَحِكَ أصْحَابُهُ، فقالَ: النِّسَاءُ كُلُّهُنَّ يَتَامَى "، أَي: ضَعَائِفُ، اهـ.

[انظر كتاب : تاج العروس من جواهر القاموس : (ج ٣٤ ص ١٣٤ - ١٣٥) /  الجزء ٣٤ / ي ت م / المؤلف: محمّد مرتضى الحسيني الزَّبيدي الحنفي / أعوام النشر: (١٣٨٥ - ١٤٢٢ هـ) = (١٩٦٥ - ٢٠٠١ م)]. 

❁˚ৡ✿⊱• Al 'Alamah Abul Baqo' Al Hanafiy berkata dalam Kitabnya Al Kulliyaat Mu'jam Fi Al Mushtolahat Wa Al Furuq Al Lughowiyyah (Hal. 978):

كلُّ شيءٍ فرد يَعزُّ نظيره فهو يتيمٌ، وحقُّ هذا الاسم أن يقع على الصغار والكبار؛ لبقاء الانفراد عن اعتبار الأخذ والإعطاء من الولي بالنظر إلى حال نفسه، إلا أنَّه غلب أن يُسَمَّى به قبلَ أن يبلغ مبلغ الرجال، فإذا بلغ زال عنه هذا الاسم، وعلى وفق هذا ورد عرف الشرع. قَالَ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم: " لَا يُتْمَ بعد الحُلُم " أَي: لَا يجْرِي عَلَيْهِ أَحْكَام الْيَتِيم وَلَا يحْتَاج إِلَى الْوَلِيّ. اهـ.

[انظر كتاب الكليات معجم في المصطلحات والفروق اللغوية : (ص ٩٧٨) / فصل الياء / المؤلف: أيوب بن موسى الحسيني القريمي الكفوي، أبو البقاء الحنفي (ت ١٠٩٤هـ) / الناشر: مؤسسة الرسالة - بيروت، بدون سنة النشر].

3)• Målïk便åh

Imam Malik, para sahabatnya, dan seluruh ulama mengatakan status keyatiman tidak terbatas dengan semata mata  mimpi basah (baligh) atau usia lanjut, sampai diperoleh darinya  kedewasaan dan mempunyai ketrampilan untuk mengelola  hartanya, dan pendapat ini juga merupakan  pendapat Imam Asy Syafi'iy, kedua sahabat Imam Abu Hanifah : Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Al-Hasan, Imam Ahmad, dan Imam Ishaq,

❁˚ৡ✿⊱•Imam Qodli 'Iyadl Al Malikiy berkata dalam Kitabnya Ikmalu Al Mu'allim Bifawa'idi Muslim (Juz. 6 Hal. 207):

ذهب مالك وأصحابه وكافة العلماء: إلى أن يُتْمَ اليتيم لا يخرجه مجرد البلوغ ولا علو السن؛ حتى يُؤنَسَ منه الرشد وضبطه المال، وهو قول الشافعي وأبي يوسف ومحمد بن الحسن وأحمد وإسحاق، 

وقال أبو حنيفة: إذا بلغ خمسًا وعشرين سنة دُفِعَ إليه مالُه وإن كان غير ضابط له. اهـ.

[انظر كتاب شَرْحُ صَحِيح مُسْلِمِ لِلقَاضِى عِيَاض المُسَمَّى إِكمَالُ المُعْلِمِ بفَوَائِدِ مُسْلِم : (ج ٦ ص ٢٠٧) / ٣٢ - كتاب الجهاد والسير / ٤٨ - باب النساء الغازيات يرضخ لهن ولا يسهم والنهى عن قتل صبيان أهل الحوب / المؤلف: عياض بن موسى بن عياض بن عمرون اليحصبي السبتي، أبو الفضل (ت ٥٤٤هـ) / الناشر: دار الوفاء للطباعة والنشر والتوزيع، مصر

الطبعة: الأولى، ١٤١٩ هـ - ١٩٩٨ مـ].

Imam Malik, para sahabatnya, dan seluruh ulama berkata: sampai  seorang anak yatim menjadi yatim, semata mata baligh atau usia lanjut tidak akan mengeluarkannya  dari status keyatimannya; Sampai diperoleh darinya  kedewasaan darinya dan kepiawaiannya dalam mengelola  hartanya, pendapat tersebut juga merupakan  pendapat Imam Asy Syafi'i, Abu Yusuf, Muhammad bin Al-Hasan (keduanya Sahabat Imam Abu Hanifah), Imam Ahmad, dan Ishaq, 

Dan Imam Abu Hanifah berpendapat: Ketika dia sudah mencapai umur 25  tahun, hartanya tetap diserahkan kepadanya, meskipun dia tidak dapat mengelolanya. Selesai.

4)• Håñåßïllåh

Yang disebut Yatama adalah anak anak yang tidak mempunyai ayah dan belum sampai baligh (mimpi basah).

Jika tidak ditemukan tanda tanda tersebut dibatasi dengan sempurnanya umur 15 tahun bagi anak laki laki atau perempuan.

❁˚ৡ✿⊱•Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy Al-Hanbaliy berkata dalam Kitabnya Al Mughniy (Juz. 6 Hal. 462):

وَهُمْ الَّذِينَ لَا آبَاءَ لَهُمْ، وَلَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ؛ فَإِنَّ النَّبِيَّ-ﷺ- قَالَ: 

«لَا يُتْمَ بَعْدَ احْتِلَامٍ» . 

[انظر كتاب المغني : (ج ٦ ص ٤٦٢) /  مسألة خمس من الغنيمة مقسوم في صليبة بني هاشم وبني المطلب / الفصل الخامس غنيهم وفقيرهم سواء في تقسيم سهم ذوي القربى / المؤلف: أبو محمد عبد الله بن أحمد بن محمد بن قدامة الحنبلي (٥٤١ - ٦٢٠ ه) / الناشر: مكتبة القاهرة، الطبعة: الأولى، (١٣٨٨ هـ = ١٩٦٨ م) - (١٣٨٩ هـ = ١٩٦٩ م)].

(Yatama) Merekalah anak anak yang tidak mempunyai ayah dan belum sampai baligh (mimpi basah). Sesungguhnya Nabi Muhammad -ﷺ- pernah bersabda ; “Tidak disebut yatim, setelah baligh (mimpi basah).”  Selesai.

❁˚ৡ✿⊱•Mengenai perbedaan pendapat tentang batasan dan penentuan umur baligh jika tidak ditemukan tanda tanda baligh sebelumnya  menurut para Ulama', disebutkan secara detail dalam kitab Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah (Juz. 8 Hal. 191 - 193):

الْبُلُوغُ بِالسِّنِّ:

٢٠ - جَعَل الشَّارِعُ الْبُلُوغَ أَمَارَةً عَلَى أَوَّل كَمَال الْعَقْل؛ لأَِنَّ الاِطِّلاَعَ عَلَى أَوَّل كَمَال الْعَقْل مُتَعَذِّرٌ، فَأُقِيمَ الْبُلُوغُ مَقَامَهُ.

وَالْبُلُوغُ بِالسِّنِّ: يَكُونُ عِنْدَ عَدَمِ وُجُودِ عَلاَمَةٍ مِنْ عَلاَمَاتِ الْبُلُوغِ قَبْل ذَلِكَ، وَاخْتَلَفَا لْفُقَهَاءُ فِي سِنِّ الْبُلُوغِ.

Baligh dengan patokan tahun menurut Pengikut Imam Syafi'iy, pengikut Imam Ahmad, Abu Yusuf dan Imam Muhammad dari madzhab hanafiyyah sempurnanya umur  15 tahun bagi anak laki-laki maupun perempuan 

فَيَرَى الشَّافِعِيَّةُ، وَالْحَنَابِلَةُ، وَأَبُو يُوسُفَ وَمُحَمَّدٌ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ: أَنَّ الْبُلُوغَ بِالسِّنِّ يَكُونُ بِتَمَامِ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً قَمَرِيَّةً لِلذَّكَرِ وَالأُْنْثَى، كَمَا صَرَّحَ الشَّافِعِيَّةُ بِأَنَّهَا تَحْدِيدِيَّةٌ؛ لِخَبَرِ ابْنِ عُمَرَ عُرِضْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أُحُدٍ، وَأَنَا ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً فَلَمْ يُجِزْنِي، وَلَمْ يَرَنِي بَلَغْتُ، وَعُرِضْتُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْخَنْدَقِ وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً فَأَجَازَنِي، وَرَآنِي بَلَغْتُ. 

قَال الشَّافِعِيُّ: رَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعَةَ عَشَرَ مِنَ الصَّحَابَةِ، وَهُمْ أَبْنَاءُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً، لأَِنَّهُ لَمْ يَرَهُمْ بَلَغُوا، ثُمَّ عُرِضُوا عَلَيْهِ وَهُمْ مِنْ أَبْنَاءِ خَمْسَ عَشْرَةَ فَأَجَازَهُمْ، مِنْهُمْ: زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَرَافِعُ بْنُ خَدِيجٍ وَابْنُ عُمَرَ. 

Pengikut Imam Malik mengambil patokan genap berumur 18 tahun, dari mereka ada yang berpendapat genap umur 17 tahun, 16 tahun, 19 tahun, 15 tahun

وَيَرَى الْمَالِكِيَّةُ أَنَّ الْبُلُوغَ يَكُونُ بِتَمَامِ ثَمَانِي عَشْرَةَ سَنَةً، وَقِيل بِالدُّخُول فِيهَا، وَقَدْ أَوْرَدَ الْحَطَّابُ خَمْسَةَ أَقْوَالٍ فِي الْمَذْهَبِ، فَفِي رِوَايَةٍ: ثَمَانِيَةَ عَشَرَ، وَقِيل: سَبْعَةَ عَشَرَ، وَزَادَ بَعْضُ شُرَّاحِ الرِّسَالَةِ: سِتَّةَ عَشَرَ، وَتِسْعَةَ عَشَرَ، وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ وَهْبٍ خَمْسَةَ عَشَرَ، (١) لِحَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ السَّابِقِ.

Imam Abu Hanifah baligh anak laki2 genap umur 18 tahun, anak perempuan 17 tahun

وَيَرَى أَبُو حَنِيفَةَ: أَنَّ الْبُلُوغَ بِالسِّنِّ لِلْغُلاَمِ هُوَ بُلُوغُهُ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ سَنَةً، وَالْجَارِيَةِ سَبْعَ عَشْرَةَ سَنَةً لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَلاَ تَقْرَبُوا مَال الْيَتِيمِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ} 

قَال ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: الأَْشُدُّ ثَمَانِي عَشْرَةَ سَنَةً. وَهِيَ أَقَل مَا قِيل فِيهِ، فَأَخَذَ بِهِ احْتِيَاطًا، هَذَا أَشُدُّ الصَّبِيِّ، وَالأُْنْثَى أَسْرَعُ بُلُوغًا فَنَقَصَتْ سَنَةً. اهـ.

[انظر كتاب الموسوعة الفقهية الكويتية : (ج ٨ ص ١٩١ - ١٩٣) /  بلوغ البلوغ بالسن / صادر عن: وزارة الأوقاف والشئون الإسلامية - الكويت / عدد الأجزاء: ٤٥ / الطبعة: (من ١٤٠٤ - ١٤٢٧ هـ) / • الأجزاء ١ - ٢٣ / الطبعة الثانية، دارالسلاسل - الكويت، بدون السنة].

❁˚ৡ✿⊱•Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safinatun Najah menyebutkan ada 3 (tiga) hal yang menandai bahwa seorang anak telah menginjak akil baligh. 

تمام خمس عشرة سنة في الذكر والأنثى والاحتلام في الذكر والأنثى لتسع سنين والحيض في الأنثى لتسع سنين 

“Ketiga tanda baligh tersebut adalah sempurnanya umur lima belas tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, keluarnya sperma setelah berumur sembilan tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, dan menstruasi atau haid setelah berumur sembilan tahun bagi anak perempuan”.

(lihat Salim bin Sumair Al-Hadlrami, Safiinatun Najah, (Beirut: Darul Minhaj: 2009), hal. 17). 

❁˚ৡ✿⊱•Dalam kitab Kasyifatus Saja, Syaikh Nawawi Al-Bantani secara singkat padat memaparkan penjelasan ketiga tanda tersebut sebagai berikut: 

1. Sempurnanya umur 15 tahun berlaku bagi anak laki-laki dan perempuan dengan menggunakan perhitungan kalender hijriah atau qamariyah. Seorang anak—baik laki-laki maupun perempuan—yang telah mencapai umur 15 tahun ia telah dianggap baligh meskipun sebelumnya tidak mengalami tanda-tanda baligh yang lain. 

2. Tanda baligh kedua adalah keluarnya sperma (ihtilaam) setelah usia 9  tahun secara pasti menurut kalender hijriyah meskipun tidak benar-benar mengeluarkan sperma, seperti merasa akan keluar sperma namun kemudian ia tahan sehingga tidak jadi keluar. Keluarnya sperma ini menjadi tanda baligh baik bagi seorang anak laki-laki maupun perempuan, baik keluar pada waktu tidur ataupun terjaga, keluar dengan cara bersetubuh (jima’) atau lainnya, melalui jalannya yang biasa ataupun jalan lainnya karena tersumbatnya jalan yang biasa. 

3. Adapun haid atau menstruasi menjadi tanda baligh hanya bagi seorang perempuan, tidak bagi seorang laki-laki. Ini terjadi bila umur anak perempuan tersebut telah mencapai usia 9 tahun secara perkiraan, bukan secara pasti, dimana kekurangan umur sembilan tahunnya kurang dari 16  hari menurut kalender hijriyah. Bila ada seorang anak yang hamil pada usia tersebut, maka tanda balighnya bukan dari kehamilannya tetapi dari keluarnya sperma sebelum hamil (lihat Muhammad Nawawi Al-Jawi, Kaasyifatus Sajaa, (Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008), hal. 31).

✯͜͡❂⊱•أَلحَمْدُ لِلّـهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتُمُّ الصّالِحَاتُ✯͜͡❂⊱• 

•._.••´¯``•.¸¸.•`   🎀  кяα∂єηαη ѕєℓαтαη

ѕяυмвυηg

мαgєℓαηg 

 •._.••´¯``•.¸¸.•`   🎀   

١٦ صفـــر ١٤٤٦ هـ

20 αgυѕтѕ 2024 м